Kau tahu?
Hari ini aku pindah ke rumah baruku. Pekerjaan baru ayahku adalah alasan kepindahan kami.
Sejujurnya, aku sangat tidak setuju harus pindah ke tempat baru. Bagaimana tidak? Aku harus pindah sekolah, meninggalkan sahabat-sahabatku, meninggalkan kenangan kecilku — ya walaupun tidak begitu banyak kenangan indah. Tapi.. aku sudah sangat nyaman berteman dengan sahabat-sahabatku dan sekarang aku harus beradaptasi lagi dengan teman baru, bagaimana aku tidak sedih? Ya mau bagaimana lagi, aku tak mungkin tinggal sendirian dan ibuku juga tidak akan mengizinkanku tinggal sendirian.
Untungnya aku tak punya kekasih. Jadi kesedihanku hanya karena pisah dengan sahabat-sahabatku saja. Ya, untungnya saja.
Setelah perjalanan selama 5 jam yang cukup melelahkan — padahal aku hanya tidur, kami langsung turun dari mobil, dan langsung memasuki rumah baruku yang terkesan… unik menurutku. Saat pertama kali aku masuk ke rumah baruku ini, entah perasaanku saja atau tidak, aku merasakan hawa aneh menyerangku…
“Bian, bisa tolong bantu bunda membawa barang-barang ini ke dalam?!”
Terdengar suara Bunda dari luar dan perasaan anehku langsung buyar karena suara Bundaku. Lalu aku pun bergegas ke luar untuk membawa masuk barang-barang kami semua.
***
Setelah tiga jam akhirnya rumah kami yang tadinya kosong sudah terisi dengan perabotan rumah dan barang-barang kami semua.
Aku pun menghela napas. Akhirnya rumah ini rapih juga. Walaupun dengan bantuan tukang-tukang kenalan ayah tapi tetap membuat tubuhku terasa retak semua, membuat tanganku pegal, dan pinggangku sakit.
Lapar. Satu kata yang terlintas di benakku. Tapi sebaiknya aku membersihkan diri terlebih dahulu sebelum mengisi perut, karena tiga jam tadi membuat badanku lengket dan penuh peluh keringat.
“Ahhh segar sekali, akhirnya aku bertemu dengan air.”
Tok tok tok…
“Siapa? Aku belum selesai mandi! Tolong bersabarlah sedikit.”
Suara ketukan pintu hilang.
“Tidak sabar sekali, aku kan baru masuk kamar mandi 5 menit yang lalu.“
“Hey Bina, kamu yang tadi mengetuk pintu kamar mandi ya? Tidak sabaran sekali! Mas baru masuk 5 menit, asal kamu tahu.“
“Mas Bian bicara apa sih? Saat mas mandi aku juga sedang mandi di kamar mandi dekat dapur, asal Mas tahu.“
“Kamu pasti sedang bercanda kan?”
“Aku dua riusss, Mas.”
“Lalu tadi siapa yang mengetuk pintu? Bun, apa tadi Bunda yang mengetuk pintu?“
“Bunda sedang memasak saat kalian berdua mandi. Ayahmu setahu Bunda juga daritadi masih tidur. Coba bangunkan dia, siapa tahu Ayah yang tadi mengetuk pintu.”
”Ayah tidak mungkin tidur sambil berjalan Bun...”
”Mungkin kamu salah dengar, Bian. Sudahlah sana cepat bangunkan Ayahmu, agar kita makan malam bersama.“
***
Ini sudah pukul 12 malam. Sudah tak terhitung Bian mengganti posisi tidurnya. Tanda ia tak bisa tidur.
”Kenapa aku tidak bisa tidur? Bahkan ini sudah jam 12 malam, tidak biasanya aku begini.“
Mencoba mengundang rasa kantuknya, Bian pun memasang headset di telinganya dan menyalakan lagu yang bertempo halus.
Saat matanya sudah setengah memejamkan mata, terdengar suara decitan pintu menandakan pintu kamarnya terbuka. Membuat ia berdecak pelan.
”Di saat aku sudah ingin tertidur, ada saja yang mengganggu.”
”Siapa disana? Bina? Ada apa? Ini sudah malam Mas sedang tidak ingin bermain.”
Tidak ada jawaban.
Kemudian…
Di kegelapan kamar Bian…
Munculah sosok perempuan yang terlihat memakai baju putih kebesaran serta rambutnya yang panjang mengembang berantakan dan menutupi seluruh wajahnya.
”Tu-tunggu… Bina, sejak kapan rambutmu mengembang seperti itu? Dari mana kau mendapatkan baju itu? Dan di mana wajahmu?? Aku tidak bisa melihatnya!”
Tidak itu bukan Bina.
Bina tidak berwajah pucat.
Dan juga…
Melayang.
.
.
.
.
”Mau bermain denganku?”